Asal Usul Nama Kota Pekalongan yang Haru Anda Ketahui
Kota Pekalongan adalah kota yang terletak di utara pulau jawa, berdekatan dengan kota Pemalang, Tegal dan Semarang, kota ini memang kota yang tidak terlalu besar sehingga banyak orang sulit untuk mengetahui dimana tempatnya. Kota Pekalongan berada di propinsi Jawa Tengah yang beribukotakan Semarang. Sebagai kota yang berada di propinsi jawa tengah bisa di pastikan penduduknya menggunakan bahasa jawa sebagai penghubung komunikasinyan sehari-hari. Bahasa Jawa logat Pekalongan agak sedikit berbeda dengan bahasa jawa lain seperti Jogja ataupun Solo yang cenderung lebih halus.
Pekalongan, sebuah nama yang unik. Bagaimana asal usul nama kota ini? Nama Pekalongan berasal dari nama Topo Ngalongnya Joko Bau (Bau Rekso) putra Kyai Cempaluk yang dikenal sebagai pahlawan daerah Pekalongan. Di kemudian hari ia menjadi pahlawan kerajaan Mataram, yang konon ceritanya berasal dari kesesi, Kabupaten Pekalongan. suatu ketika, ia disuruh oleh pamannya Ki Cempaluk untuk mengabdi kepala Sultan Agung, raja Mataram. Joko Bau mendapat tugas untuk memboyong putri Ratansari dari Kalisalak Batang ke istana, akan tetapi Jaka Bau cintaa pada putri tersebut.
Sebagai hukumannya Jaka Bau diperintah untuk mengamankan daerah pesisir yang terus diserang oleh bajak laut cina. ia kemudian bersemedi di hutan gambiran, setelah itu Joko bau berganti menjadi Bau Rekso dan mendapat perintah dari Sultan Agung untuk mempersiapkan pasukan dan membuat perahu untuk membentuk armada yang kemudian melaksanakan serangan terhadap kompeni yang ada di batavia ( 1628 dan 1629 ). Setelah mengalami kegagalan Bau Rekso memutuskan untuk kembali dan bertapa ngalong (bergelantung sperti kelelawar) di hutan gambiran. Di dalam tapanya tersebut tak ada satupun yang bisa mengganggunya termasuk Raden Nganten Dewi Lanjar (Ratu Pantai Utara) dan prajurit silumannya. Pada akhirnya, karena kekuatan goibnya yang luar biasa maka Dewi Lanjar pun bertekuk lutut dan akhirnya Dewi Lanjar dipersunting Joko Bau.
Satu-satunya yang bisa menggangu tapa ngalongnya Joko Bau adalah Tan Kwie Djan yang mendapatkan tugas dari Mataram, kemudian Tan Kwie Djan dan Joko Bau sowan ke mataram untuk menerima tugas lebih lanjut. Dari asal tapa ngalong inilah kemudian timbul nama Pekalongan. Munculnya nama Pekalongan, pada abad XVII pada era Sultan Agung dan dalam sejarah Bau Rekso dinyatakan gugur pada tanggal 21 September 1628 di Batavia dalam peperangan melawan VOC. Tempat tapa ngalongnya Joko Bau tersebut dipercayai tempatnya berbeda-beda antara lain di Kesesi, Wiradesa, Ulujamu, Comal, Alun-alun Pekalongan dan Slamaran.
Berbagai Asal Kata "Pekalongan"
Nama Pekalongan semula dari daerah Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur. Sejak zaman Majapahit nama Pekalongan sudah ada di daerah tersebut dan orang-orang di tempat itu pun banyak yang pindah ke lain tempat dan kemudian nama Pekalongan digunakan untuk nama sebuah kecamatan di kota Netro Lampung.
Kata Pekalongan, asalnya dari kata pek dan along. Kata pek artinya teratas , pak de (si wo), luru (mencari, apek) sedang kata along yang artinya halong dalam bahasa sehari-hari nelayan yang berarti dapat banyak. Kemudian kata pek-Along artinya mencari ikan di laut dapat hasil. Dari Pek Halong kemudian menjadi A-PEK-HALONGA-AN (Pekalongan). Oke, masyarakat Pekalongan sendiri kata Pekalongan dikromokan menjadi PENGANGSALAN (angsal = dapat). Kemudian dijadikan lambang kota Pekalongan yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Besar Pekalongan tertanggal 29 Januari 1957 dan diperkuat dengan Tambahan Lembaran Daerah Swantantra Tingkat 1 Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958 seri B Nomer 11 kemudian disahkan oleh Mentri Dalam Negeri dengan Keputusanya Nomer: Des./9/52/20 tanggal 4 Desember 1958 serta mendapatakan persetujuan Pengusaha Perang Daerah Tertorium 4 dengan surat Keputusannya, Nomer : KPTSPPD/ 00351/11/1958 tanggal 18 November 1958.
Kata Pekalongan, asal kata pek dan kalong. Kata kalong dalam bahasa Jawa dianggap berasal dari kata dasar elong artinya mengurangi, dan dalam bentuk pasif kalong yang berarti berkurang. Sementar kata pek atau amek, seperti yang tercermin dalam ungkapan kata amek iwak (menangkap ikan), diduga berkaitan dengan bahasa nelayan lokal. Adapun sebagai kelompok rakyat kecil atau golongan orang tertentu yang suka keluar untuk (untuk bekerja) dari rumah pada malam hari (nelayan).
Lambang kota Praja Pekalongan tempo dulu disahkan pemerrintah Hindia Belanda dengan "Keputusan Pemerintah" (Gouvernements Besluit) Tahun 1931 Nomer 4o dan menurut keterangan Dirk Ruhl Jr dalam nama "Pekalongan" berasal dari perkataan "along", artinya banyak atau berlimpah-limpah, lancar, beruntung, berkaitan dengan penangkapan ikan (hasil laut) dengan menggunakan pukat tarik. Dengan demikian sesuai dengan motto yang tertulis dibawah perisai lambang Kota Praja Pekalongan (jaman doeloe) berarti : "pek" (pa)-along-an" yakni tempat ditepi pantai untuk menangkap ikan dengan lancar dengan menggunakan pukat tarik (jala).
Menurut kyai Raden Masrur Hasan, Keturunan Sunan Sendang yaitu R. Nur Rochmad di Sendangduwur Keacamatan Paciran Kabupaten Lamongan, Pekalongan berasal dari istilah para santri kalong karena tidak bermukim di pesantren di bawah asuhan R. Joki Cilik yang akhirnya juga disebut sebagai mbah Mesjid.
Dari asal kerajaan bernama "Pou-Kia-Loung" Kemudian menjadi kata pekalongan dan menurut naskah kuno Sunda dari akhir abad ke 16, koleksi perpustakaan "Bodlain" di Inggris. Di dalam naskah Tersebut menceritakan perjalanan "Bujangga Manik" orang pertama terpelajar dari Sunda, mengunjungi beberapa daerah di Pulau Jawa, diantaranya beberapa tempat di kawasan Brebes, Pemalang, Batang, dan Pekalongan. Kendati tidak singgah di Pekalongan namun dalam penunturan perjalanannya di empat daerah ini Sang Bujangga tidak lupa menyebut nama Pekalongan. Penyebutan nama Pekalongan dalam naskah Bujangga Manik tersebut dapat dipandang penyebutan nama Pekalongan Paling tua dalam naskah pribumi.
Nama Kota Pekalongan ternyata juga disebut dalam sumber sejarah kuno asal Tiongkok pada dinasti Ming. Sumber ini menuturkan bahawa pada tahun ke tujuh masa pemerintahan "Kaisar-Siouenteh" (tahun masehi 1433) orang Jawa telah datang memprsembahkan upeti dan memberikan sebuah keterangan pertama jaman "Youen-Khang dri masa pemerintah kaisar Siouen-ti" dari dinasti Han. Di negero mereka terdapat tiga jenis penduduk. Pertama, Orang - orang Tionghoa, bertempat tinggal untuk sementara waktu, pakaian dan makanan mereka bersih dan sehat. Kedua, para pedagang dari negeri-negeri lain yang telah lama menetap, mereka ini juga sopan santun dan bersih. Ketiga, adalah penduduk pribumi, yang di turunkan sangat kotor dan makan ular, semut dan serngga, perwujutannya gelap kehitam-hitaman. Satu hal yang aneh adalah karena mereka berpandangan sebagai kera dan berjalan dengan kaki telanjang. Jika salah keluarga mereka ada yang meninggal, mereka pun membawanya ke hutan belantara dan kemudian dibakar. Salah satu kerajaan mereka dinamakan "Pou-Kia-Loung". Disamping itu ada orang yang menyebutnya Hie Kiang atau Choun-Ta. Menurut "Prof. D. G. Schlerel" dalam bukunya berjudul "lets Omt ent De Betrikkinoen Der Chinezen Met Java, voornDe Komst Der Europennen Aldo" termuat dalam majalah Tijdsct-ift voor Indische Taal Land-En Volkenkumdell, jilid XX Tahun 1873, yang dimaksud kerajaan "Pou-Kia-Loung" dalam sumber sejarah dinasti "Ming" tersebut adalah Pekalongan.
Berbagai Asal Kata "Pekalongan"
Nama Pekalongan semula dari daerah Wonocolo, Kota Surabaya, Jawa Timur. Sejak zaman Majapahit nama Pekalongan sudah ada di daerah tersebut dan orang-orang di tempat itu pun banyak yang pindah ke lain tempat dan kemudian nama Pekalongan digunakan untuk nama sebuah kecamatan di kota Netro Lampung.
Kata Pekalongan, asalnya dari kata pek dan along. Kata pek artinya teratas , pak de (si wo), luru (mencari, apek) sedang kata along yang artinya halong dalam bahasa sehari-hari nelayan yang berarti dapat banyak. Kemudian kata pek-Along artinya mencari ikan di laut dapat hasil. Dari Pek Halong kemudian menjadi A-PEK-HALONGA-AN (Pekalongan). Oke, masyarakat Pekalongan sendiri kata Pekalongan dikromokan menjadi PENGANGSALAN (angsal = dapat). Kemudian dijadikan lambang kota Pekalongan yang telah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Besar Pekalongan tertanggal 29 Januari 1957 dan diperkuat dengan Tambahan Lembaran Daerah Swantantra Tingkat 1 Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958 seri B Nomer 11 kemudian disahkan oleh Mentri Dalam Negeri dengan Keputusanya Nomer: Des./9/52/20 tanggal 4 Desember 1958 serta mendapatakan persetujuan Pengusaha Perang Daerah Tertorium 4 dengan surat Keputusannya, Nomer : KPTSPPD/ 00351/11/1958 tanggal 18 November 1958.
Kata Pekalongan, asal kata pek dan kalong. Kata kalong dalam bahasa Jawa dianggap berasal dari kata dasar elong artinya mengurangi, dan dalam bentuk pasif kalong yang berarti berkurang. Sementar kata pek atau amek, seperti yang tercermin dalam ungkapan kata amek iwak (menangkap ikan), diduga berkaitan dengan bahasa nelayan lokal. Adapun sebagai kelompok rakyat kecil atau golongan orang tertentu yang suka keluar untuk (untuk bekerja) dari rumah pada malam hari (nelayan).
Lambang kota Praja Pekalongan tempo dulu disahkan pemerrintah Hindia Belanda dengan "Keputusan Pemerintah" (Gouvernements Besluit) Tahun 1931 Nomer 4o dan menurut keterangan Dirk Ruhl Jr dalam nama "Pekalongan" berasal dari perkataan "along", artinya banyak atau berlimpah-limpah, lancar, beruntung, berkaitan dengan penangkapan ikan (hasil laut) dengan menggunakan pukat tarik. Dengan demikian sesuai dengan motto yang tertulis dibawah perisai lambang Kota Praja Pekalongan (jaman doeloe) berarti : "pek" (pa)-along-an" yakni tempat ditepi pantai untuk menangkap ikan dengan lancar dengan menggunakan pukat tarik (jala).
Menurut kyai Raden Masrur Hasan, Keturunan Sunan Sendang yaitu R. Nur Rochmad di Sendangduwur Keacamatan Paciran Kabupaten Lamongan, Pekalongan berasal dari istilah para santri kalong karena tidak bermukim di pesantren di bawah asuhan R. Joki Cilik yang akhirnya juga disebut sebagai mbah Mesjid.
Dari asal kerajaan bernama "Pou-Kia-Loung" Kemudian menjadi kata pekalongan dan menurut naskah kuno Sunda dari akhir abad ke 16, koleksi perpustakaan "Bodlain" di Inggris. Di dalam naskah Tersebut menceritakan perjalanan "Bujangga Manik" orang pertama terpelajar dari Sunda, mengunjungi beberapa daerah di Pulau Jawa, diantaranya beberapa tempat di kawasan Brebes, Pemalang, Batang, dan Pekalongan. Kendati tidak singgah di Pekalongan namun dalam penunturan perjalanannya di empat daerah ini Sang Bujangga tidak lupa menyebut nama Pekalongan. Penyebutan nama Pekalongan dalam naskah Bujangga Manik tersebut dapat dipandang penyebutan nama Pekalongan Paling tua dalam naskah pribumi.
Nama Kota Pekalongan ternyata juga disebut dalam sumber sejarah kuno asal Tiongkok pada dinasti Ming. Sumber ini menuturkan bahawa pada tahun ke tujuh masa pemerintahan "Kaisar-Siouenteh" (tahun masehi 1433) orang Jawa telah datang memprsembahkan upeti dan memberikan sebuah keterangan pertama jaman "Youen-Khang dri masa pemerintah kaisar Siouen-ti" dari dinasti Han. Di negero mereka terdapat tiga jenis penduduk. Pertama, Orang - orang Tionghoa, bertempat tinggal untuk sementara waktu, pakaian dan makanan mereka bersih dan sehat. Kedua, para pedagang dari negeri-negeri lain yang telah lama menetap, mereka ini juga sopan santun dan bersih. Ketiga, adalah penduduk pribumi, yang di turunkan sangat kotor dan makan ular, semut dan serngga, perwujutannya gelap kehitam-hitaman. Satu hal yang aneh adalah karena mereka berpandangan sebagai kera dan berjalan dengan kaki telanjang. Jika salah keluarga mereka ada yang meninggal, mereka pun membawanya ke hutan belantara dan kemudian dibakar. Salah satu kerajaan mereka dinamakan "Pou-Kia-Loung". Disamping itu ada orang yang menyebutnya Hie Kiang atau Choun-Ta. Menurut "Prof. D. G. Schlerel" dalam bukunya berjudul "lets Omt ent De Betrikkinoen Der Chinezen Met Java, voornDe Komst Der Europennen Aldo" termuat dalam majalah Tijdsct-ift voor Indische Taal Land-En Volkenkumdell, jilid XX Tahun 1873, yang dimaksud kerajaan "Pou-Kia-Loung" dalam sumber sejarah dinasti "Ming" tersebut adalah Pekalongan.
Komentar
Posting Komentar